28.12.12

♕ ♥ ♔

"It's kind of easy when you got nothing, because nothing can't be taken away from you. But I don't want nothing anymore. For the first time in my life I felt like someone actually gave a shit, and that person was worth trying for. I fucked up big time, I'm more than sorry. I love you Jal, my whole world."   
- Chris Miles

PELANGI DI BALIK AWAN


Hai! Ini cerpen yang gue tulis buat tugas sekolah. Gue tau sih emang masih pemula, tapi gue cuma pengen post. Siapa tau gue punya tulisan lain, dan tulisan ini jadi bukti perkembangan atau penurunan kualitas tulisan gue. Judul cerpennya adalah Pelangi Di Balik Awan. Enjoy!

Anak-anak yang lugu, polos, dan ceria berlarian tanpa henti di depanku. Mereka berlari dari satu pohon, ke pohon lainnya, bersembunyi di atas pohon, di balik gorong-gorong, semua tempat yang dapat mereka capai dengan berlari. Sesekali mereka mengajakku untuk ikut ke dalam permainan petak umpet itu.
Saat ini aku sedang berada di wilayah utara Jakarta. Bagian dari Jakarta yang dianggap kumuh, dan penuh dengan warganya yang kurang mampu. Diriku teringat akan saat pertama kali tempat ini “ditemukan”.
Aku kembali dari rumah nenek bersama Lila. Kami sedang melewati jalan di sebelah kali. Situasi lalu lintas sangatlah lancar. Hingga… Seorang anak berlari di depan mobilku. Aku seketika mengerem dan mengklakson anak itu. Mengapa berlarian di jalan raya? Ia pun tersentak dan menangis, seraya membawa dedaunan dengan kedua tangannya. Aku pun menepi, ia pun menghampiriku. Aku membuka kaca mobilku.
“Hoy anak kecil! Jangan asal lari dong! Untung ga ketabrak!” Emosiku memuncak.
“M..m..aaf kak.. A..a..ku.. Temenku ke..tusuk kak, ditusuk sama preman aku harus bantu dia” Wajahnya sangat pucat.
“HAH? Ya ampun! Temennya dimana? Jauh gak?”
“Engga kak, jalan kaki dari sini”
“Yaudah kita jalan sekarang! Ayo Lil!”
Aku pun mengunci mobilku dan mengikuti anak kecil itu bersama dengan Lila. Saat berjalan menuju tempat anak itu, aku mencium bau tak sedap dari sekelilingku. Sampah bertebaran dimana-mana, aku pun mulai menginjak sampah-sampah.
“Oh iya, aku lupa tanya nama kamu. Nama kamu siapa?”
“Guntur kak. Kakak?”
“Aku Aira”
Tak lama, kami pun sampai di sebuah tempat. Bukan tempat spesial, hanyalah pos ronda. Di sana banyak anak-anak yang mengerumuni seorang anak laki-laki berumur kira-kira 10 tahun. Badannya terluka parah, ia terkujur dengan lemas. Aku langsung mengangkatnya menuju mobil bersama Lila dan Guntur. Kami pun mengunjungi rumah sakit terdekat.
Setelah melalui penanganan, anak itu pun sehat. Aku pun akhirnya tahu bahwa nama anak itu adalah Dito.
“Dito udah sekolah?” Tanya aku pada Dito
“Dito engga sekolah kak”
Aku pun tidak bertanya lebih lanjut, aku pikir aku sudah tahu jawabannya.
“Kalau kakak ajarin, Dito mau?”
“MAU!” “AKU JUGA KAK!”
Mereka berdua sangat bersemangat.
Setelah penyembuhan Dito, kami pun kembali ke pos. Kemudian aku dan Lila membawa alat sekolah seperti alat tulis dan buku catatan. Saat itulah kami pertama kali berkenalan dengan semua anak, yang totalnya berjumlah 8.
Dan hari ini genap satu bulan setelah penyembuhan Dito. Aku dan Lila sudah mengajari mereka banyak hal. Karena umur mereka berkisar antara 8-12 tahun, dan semuanya mengaku belum pernah sekolah maka aku mengajari mereka dari yang paling dasar.
Untuk matematika, aku mengajari mereka kali bagi tambah kurang atau kalibataku. Ipa, aku mengajari mereka jenis-jenis hewan, anggota tubuh manusia, semuanya aku berikan gambar yang besar. Bahasa inggris sedikit demi sedikit aku ajarkan mereka perkenalan nama, umur, kelas, dan lainnya. Bahasa Indonesia aku mengajari mereka awalan dan akhiran, huruf kapital, dan banyak lainnya. Ips, aku mengajari mereka sejarah dengan cara cerita dengan gambar. Aku meminta Lila untuk menggambar sedangkan aku yang menceritakannya. Untuk PKn aku mengajari mereka bagaimana menjadi warga Negara yang baik, menaati peraturan, karena menurutku lebih baik mengajari untuk praktek kehidupan dibandingkan banyak teori yang pada akhirnya pun dilupakan.
Aku ingin proses belajar mereka tidak sekedar “yang penting nilai bagus, asal udah ulangan, ya lupa” seperti yang disunggingkan banyak siswa Indonesia belakangan ini. Aku menegaskan kepada mereka bahwa aku sangat berharap mereka mengerti pelajaran sampai ke akarnya. Aku tidak akan segan untuk mengajari mereka ulang apabila mereka belum mengerti. Sejujurnya, aku memiliki harapan tinggi pada anak-anak ini.

☂☂☂☂☂

Jum’at ini tak secerah biasanya. Perasaanku pun tidak enak. Kalau hujan, aku tak bisa mengajari mereka, seperti waktu dahulu. Aku tidak mau kembali ke rumah dengan hati tidak bahagia, karena tidak dapat mengajari mereka apapun.
Kali ini aku membawa Kisha bersamaku. Ia adalah anak bungsu dikeluargaku. Kisha sudah berkali-kali meminta padaku untuk diantarkan pada anak-anak ini.
“Mbak Lila, ayo dong kapan lagi ke sana? Hari Senin, Rabu atau Jum’at? Kisha mau ikuut ayo mbaak!”
Kami pun sampai pukul 11 siang. Langit mendung, angin menghembuskan kemarahannya. Aku sangat khawatir.
“Kok kaya gini sih mendung banget? Emang cuacanya kaya gini ya?”
Engga Kish. Engga kaya gini biasanya.
Aku tidak menjawab pertanyaan Kisha, tetapi aku langsung menuju pos. Untungnya mereka sudah ada di sana. Aku membawakan mereka makanan. Guntur lari ke arahku.
“Kak Airaa! Temenku nambah dua yang mau belajar sama kakak. Boleh engga kak?”
“Oh! Boleh kok Tur!”
“Horee! Namanya Rani sama Rino  Kembar kak! Eh..” Dia memintaku menunduk. Lalu ia membisikanku “Itu yang pake rok pendek, baju putih siapa sih kak?”
Aku tersenyum. “Nanti aku kenalin sama semuanya. Udah, sekarang kamu ke pos ya”
Sambil memegang Pizza di tangan, kami disambut dengan ceria oleh anak-anak itu.
“Selamat siang kak Airaa!”
“Wah ada makanan!”
“YEAY! Makan gratis lagi!”
Dito dan Bima menari-nari seperti orang dangdutan. Aku dan Kisha tertawa.
“Ada kakak yang cantik juga!”
Kali ini aku menyenggol Kisha. Ia malu-malu.
“Baik adik-adik, hari ini kakak bawa seorang yang apa tadi? Cantik yaa?”
“Iya kaaak!” Anak-anak menjawab dengan serentak
“Kakak ini adiknya Kak Aira, namanya Kak Kisha!”
“Halo Kak Kishaa!”
Dengan malu-malu, adik bungsuku pun menjawab “Hai semua..”
Perkenalan itu berlangsung dengan menyenangkan. Aku pikir, perasaan burukku tadi sekedar perasaan yang tidak ada artinya. Langit pun mulai kembali cerah. Artinya tak ada lagi yang harus aku khawatirkan.
Sekarang semua berlangsung dengan menyenangkan. Hari ini kami belajar ips, dan yang membantuku menggambar adalah Kisha. Aku juga melihatnya bisa langsung dekat dengan si kembar yang bahkan aku pun belum kenal dekat dengan mereka.
Kami pun makan siang bersama. Setumpuk pizza bertopping meat lovers dan beeforn kami nikmati bersama-sama. Tetapi, aku mulai merasa firasat burukku benar adanya. Sekelompok bapak-bapak berpakaian hijau dengan sepatu hitam tinggi mendatangi kami.
“Eh ini ngapain pada di sini?”
Aku pun menjawab, “Lagi makan pak, tadi habis belajar”
“Lah siapa yang kasih izin? Emangnya boleh belajar atau apalah, pake tempatnya disini?
“Kami disini udah lama kok pak. Dan selama ini juga gak kenapa-napa. Jadi saya pikir tempat ini layak pakai”
“Ini tempat saya jaga, saya hansip disini”
“Bukannya bapak jaganya malem ya pak?” Sekarang giliran Kisha yang bertanya.
“Lah, wong ini tempat saya ya suka-suka saya dong”
“Tapi pak, kami gak ganggu tugas bapak kan? Mending kita rundingin dulu pak.” Aku berdiri menghampiri bapak hansip itu.

☂☂☂☂☂

Aku berbicara dengan 2 orang bapak-bapak berpakaian hijau, merundingkan tempat itu. Memang benar itu pos hansip, dan merupakan hak milik hansip. Mungkin aku juga yang salah dengan langsung menggunakannya tanpa meminta izin. Dalam pembicaraan, bapak-bapak ini terus menyalahkanku. Menyalahkan mengapa tempat mereka yang dipakai. Aku pun menjelaskan bahwa tidak ada tempat lain untuk belajar, tetapi mereka tidak peduli akan itu.
Hasil akhirnya, kami harus mencari tempat baru. Untungnya, bapak-bapak hansip ini mau memberi dispensasi 5 hari untuk mencari tempat (itu pun setelah aku minta dispensasi pada mereka). Tentunya, aku belum memberitahu Kisha dan anak-anak itu. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana rasa sedih dan kecewa dalam diri mereka. Aku tidak ingin itu terjadi. Saat ini, aku benar-benar bingung apa yang harus ku katakan pada mereka.
Aku pun berdiam di dekat pohon. Badanku sangat lemas.
Setelah 15 menit berdiam diri, mengumpulkan keberanian untuk berbicara, aku pun kembali ke pos. Aku mengumumkan hal itu dan raut muka anak-anak itu berubah, begitu pula Kisha. Hal yang aku tidak inginkan, benar-benar terjadi.
“Kak, terus kita mau kemana?” Rino bertanya.
“Kita masih bisa belajar kan?” Ali menimpali.
“Dulu juga gak apa-apa kok sekarang gini sih?” Syifa yang tertua diantara yang lainnya, ikut berkomentar.
Aku hanya bisa tersenyum simpul, menutupi segala kesedihan yang ikut aku rasakan dengan mereka. Saat di dalam hati ini bersedih, aku tetap harus menyelesaikan masalah ini dengan kepala dingin.
Aku pun akhirnya menenangkan mereka semua.
“Rino, kakak juga belum tahu. Kita cari bareng-bareng ya. Ali, ada atau gak ada tempat kita bakal terus belajar. Hmm, mungkin bapak-bapaknya merasa terganggu, Syif. Gak apa-apa, aku sama Kisha coba cari tempat ya. Kita semua berdoa buat yang terbaik.”
Suasana serentak berubah menjadi gaduh. Aku mencoba untuk tidak mendengar, tetapi tetap saja keluhan anak-anak ini masuk ke otak ku.
“Aku capek di gusur mulu”
“Aku juga! Apa salahnya belajar sih?”
“Ah ngeselin banget itu bapak gendut! Pengen aku pukul tapi takut mental”
“Capek tau mukulin orang gendut! Mending kita kasih jarum, terus di tusuk biar kempes”
Anak-anak itu tertawa dengan kencang. Semua ikut tertawa. Sebenarnya, aku sangat terhibur dengan lelucon mereka, tetapi karena aku tahu itu salah..
“Hush adik-adik gak boleh gitu..”
“Habisnya ngeselin sih kak!”
Kisha masih tertawa. Aku memberi kedipan kepadanya agar ia diam. Ia pun diam dan ikut mendengarkan aku bicara.
“Udah gak apa-apa. Jangan gitu lagi ya, gak baik menghina orang dari fisik. Lagian, orang gendut itu bukan balon yang bisa dikempesin lagi..” Aldi yang menyadari bahwa ia yang aku bicarakan di depan, tersipu malu. Aku melanjutkan kalimatku,
“Kita hari ini lanjutin belajar sampai jam 2 ya, artinya ada satu setengah jam lagi”
“Yaaaaahh” Mereka bersedih. Aku terharu akan semangat belajar mereka yang begitu tinggi.
“Kakak harus kuliah lagi niih hehe. Kan kakak masih belajar juga kaya kalian. Yaudah kita mulai yuk!”
 ☂☂☂☂☂


Pagi ini aku bangun dengan rasa tidak nyaman. Terbayang akan kata-kata hansip kemarin. Hanya 5 hari waktu yang aku punya untuk mencari tempat pengganti bagi anak-anak ini.
Mungkin, ayah dapat membantuku. Aku menghampiri ayah yang sedang duduk di teras.
“Yah, ayah bisa bantu aku gak?”
“Bantu apa Ra?”
Aku pun menjelaskan dengan panjang lebar. Tetapi raut muka ayah berubah.
“Ra, kamu tuh mbok ya urusin kuliah kamu dulu gitu. Ini semester 5 loh”
“Tapi yah, aku seneng urusin kaya gini. Lagian ini beramal juga kan yah?”
“Ayah tau, tapi ayah pikir mending kamu gak usah mikirin ini dulu deh. Belakangan ini ayah liat kamu juga kecapekan. Pulang malem habis kuliah bukannya makan dulu langsung masuk kamar. Mending kamu banyak-banyak istirahat deh”
“Aku gak bisa yah” Mataku memerah. Aku pun izin untuk kembali ke kamar.
Di dalam aku menangis dan menelpon Farah, sahabatku. Ia pun menenangkanku, dan berjanji akan membantuku.
Farah pun menjemputku di rumah. Kami pun mulai mencari tempat yang layak. Sebenarnya banyak tempat di Jakarta, tetapi jarang ada tempat yang lokasinya di Jakarta Utara. Kalaupun ada, tempat itu mahal harganya. Aku tidak tahu harus bagaimana.
Aku mulai putus asa. Aku sadar, bahwa aku merasa seperti ikut digusur juga. Aku baru tersadar, saat ini aku merasakan apa rasanya menjadi rakyat yang kurang mampu. Yang dapat dengan mudah diusir oleh sekelompok orang yang kabarnya “butuh tempat itu dengan segera”. Diusir karena dianggap mengganggu, sedangkan mereka tidak tahu bagaimana sulitnya mencari tempat lain untuk ditinggali. Dengan uang yang terbatas, dengan kesulitan yang lebih.

☂☂☂☂☂

Hari Rabu itu datang. Rabu yang seharusnya menyenangkan, karena aku akan mengajari pelangiku dengan pelajaran IPA yang sangat mereka gemari. Semua itu hanya seharusnya. Karena hari ini adalah hari dimana tenggat waktu itu berakhir, dan aku belum juga menemukan tempat untuk di tempati.
Aku bergegas menuju pos pada pukul 9, dan sampai disana pada pukul 10 pagi. Aku melihat disana sudah ada bapak-bapak hansip, dan juga beberapa anak. Aku pun menghampiri bapak-bapak hansip.
“Pak, bisa beri saya waktu lagi gak pak? Saya bener-bener butuh tempat ini pak”
“Lah itu urusan kamu lah”
“Ayolah pak.. Tolong pak, beri saya waktu buat cari tempat lain..” Aku meminta dengan sangat.
“Gak bisa”
Suara petir menyambar. Rintik-rintik hujan mulai membasahi kami. Aku pun masuk ke pos hansip yang cukup besar itu.
“Tuh kan pak.. Hujan lagi sekarang. Ayo pak tolong..”
“Cuma sampe hujan ini berhenti”
Aku pun menyerah. Akhirnya aku duduk bersama anak-anak itu. Biasanya aku menunggu hujan reda dengan harapan bisa belajar lagi, sekarang aku hanya berharap hujan itu tak segera berhenti agar tempat ini masih dapat menjadi milik kami.

☂☂☂☂☂

Sudah seminggu setelah “penggusuran” itu terjadi. Sudah seminggu pula aku tidak mengajar mereka. Aku rindu pada mereka. Pada keluguan mereka, kelucuan mereka, canda tawa yang kami torehkan bersama, semangat mereka untuk belajar. Aku sayang mereka. Mereka memang pelangi yang selalu mewarnai hari-hariku. Dan tanpa mereka semakin hari, hariku semakin kelabu. Awan-awan hati ini butuh dihiasi oleh pelangi-pelangi indahnya itu.
Ayah seperti menyadari perubahan sikapku seminggu ini, karena ayah tiba-tiba menanyakanku.
“Gimana anak-anak jalanan yang kamu ceritain? Udah dapet tempat?”
“Belum yah. Cari tempat di Jakarta Utara susah yah, kan tempat Chinese gitu mahal..”
“Alhamdulillah..”
“Ih ayah kok gitu! Biar aku gak bisa ketemu anak-anak itu lagi ya?” Aku kesal pada ayah. Sangat kesal. Kenapa ayah pengen banget aku gak ketemu mereka? Cuma buat nilai?
“Eh Andalira, kamu jangan asal tuduh ayah kaya gini dong.. Maksud ayah itu alhamdulillah, karena temen ayah punya tempat di deket sana. Apalagi deket banget sama pos satpam yang pernah kamu kirim locationnya ke bbm ayah itu”
“Pos satpam tau yah! EH BENERAN NIH YAH? ADA TEMPAT BUAT KITA? BISA DIPAKE?” Aku sangat bersemangat mendengar apa yang baru saja ayah katakan.
“Beneran deh Ra, engga bercanda! Emangnya ayah tukang bercanda kaya Kevin? blee!”
“EH! Ngapain ngomongin dia lagi ayah iih itu masa lalu Aira!”
“Masa lalu apa masa lalu. Ayah tau kok dia masih suka deketin kamu, kamu juga kan! Ayah jodohin ah”
“Aduh, ayah kenapa jadi nyambung kesini orang mau bantuin anak-anak. Ayo balik ke konteks awal”
“Karena yang punya rumah itu ayahnya Kevin. Dan yang sekarang tinggal di rumah itu adalah Kevin. So? Berpikir untuk kembali Ra?
“AYAAAH!”
Aku pun tertawa. Ayah juga puas karena berhasil membuatku terpojok. Sekarang semuanya menyenangkan. Memang benar, selalu ada pelangi setelah hujan. Bersakit-sakit dahulu, dan bersenang-senang kemudian. Sekarang, sepertinya ayah sangat mendukungku untuk kembali mengajar anak-anak itu, kami punya tempat yang lebih baik, dan… Kevin?

SELESAI

HELLO AGAIN. THANKYOU SO MUCH FOR READING! I REALLY APPRECIATE IT. Bye, and see you when i see you!

Avie

26.12.12

Holiday's Project

Hai ho! Selamat malam.

Gue tiba-tiba aja pengen nulis dan internet gue lagi nyala, gue langsung aja maju ke depan komputer dan buka blogger.com. Dan seperti biasa juga, gue tergoda untuk ngeliat blog orang lain especially the growing up girl yang sekarang udah SMP, time flies bro.. yaitu chacha atau evita nuh. Dia fashion blogger termuda loh btw, dan yes fashionnya tinggi banget. Gue udah pernah bahas chacha sih waktu itu, so langsung aja masuk ke topik yang bikin gue pengen nulis.

Beberapa hari ini gue dapet pencerahan entah darimana, tiba-tiba gue pengen baca novel yang berbahasa inggris. Gaya abis sih ya, awalnya gue jg mikir ini norak kok.. Gue nyadar diri.. Hehe. Sekarang gue lagi baca bukunya J.K Rowling atas saran Bella, yang berjudul The Casual Vacancy. Astaga, bahasanya agak belibet buat gue yang bahasa inggrisnya pas-pasan tapi pengen keren. Daripada The Perks Of Being A Wallflower, ya menurut gue sih bahasanya lebih susah. Karena gue bolak-balik cari definition, contohnya definition of exaggeration dan acquainted. Dan gue sekarang ngerti, fyi exaggeration itu kaya hyperbole dan acquainted itu related. Buku The Casual Vacancy ini juga beda dari buku Jo yang sebelumnya yaitu seperti yang kebanyakan dari lo tau yaitu Harry Potter. Kalo Harry Potter itu fantasy banget dan The Casual Vacancy ini lebih ke real life, tapi tetep aja ada dalam satu genre fiction. 

Yang gue suka dari The Casual Vacancy adalah karakter masing-masing tokoh yang kuat, dan hebatnya Jo bisa bikin orang yang baca bukunya penasaran akan kelanjutan ceritanya itu. Gimana tentang keluarga Barry Fairbrother, gimana Shirley & Howard ataupun gimana kelanjutan kisah Andrew dan perempuan idamannya, Gaia. Sekarang aja gue lagi agak pending baca dengan menyempatkan diri nulis di blog, karena gue puyeng baca banyak bahasa inggris. Cuma, itung2 ngelatih gue biar kebiasa baca buku bahasa inggris. Siapa tau pas Universitas nanti berguna hehe. 

Nah, sebenernya yang daritadi gue omongin itu salah satu dari project gue liburan ini! Projectnya namanya Avie's English Improvement. Standard abis.. Gapapa deh. Emang tujuannya ya sesuai nama, biar bahasa inggris gue lebih bagus lagi karena sejujurnya kemampuan bahasa inggris gue malu-maluin. Aduh duh orang ngomong apa respond otak gue lamanya... Kalo lagi di sekolah article reading kok kayanya ribet amat dan gue sering kali harus baca 2x. Mungkin orang-orang bisa gampang ya ngerti bahasa inggris, tapi buat gue masalah besar. 

Avie's English Improvement itu ada 2 kegiatan: 
1. Reading. Nah di program Reading ini, gue memaksa (sebenernya gak maksa2 amat karena bukunya juga bagus tapi tetep memaksa karena gue kadang enek baca bukunya) diri gue buat menyelesaikan satu buku bahasa inggris. Atau dua. Seenggaknya bikin gue lebih lancar dan lebih pede gitu. 
2. Grammar. Ha ha ha, i'm laughing at myself right now. Kehidupan grammar gue udah di ujung jalanan yang bawahnya langsung jurang dan isinya air yang penuh ikan piranha. Tinggal di dorong, dan mati lah gue.. Susah diselamatkan banget. Cuma keajaiban yang bisa. Makanya, sekarang gue lagi pengen banget ngelatih grammar gue dengan nyoba nulis essay bahasa inggris atau mungkin gue nulis summary buku gitu tapi harus bener grammarnya. Mungkin nanti minta liatin siapa gitu yang jago, at least gue mencoba untuk menjauh dari jurang dan melanjutkan kehidupan berbahasa inggris gue. You're now save deary.

Semua ini gue lakuin ya sebenernya karena gue pengen masuk kedokteran dan gue pikir kedokteran ada buku-buku bahasa inggris dan susah dimengerti, jadi gue melatihnya dari sekarang. Ini emang kedengerannya songong, keterima aja belom di FK udah gaya-gaya latihan. Tapi gue yakin dengan tekad gue yang kuat, dan usaha gue yang terus, serta dibantu doa, gue bisa. Gue akan terus berpikir positif bahwa gue bisa, meskipun gue tau ada ratusan ribu orang yang mau memperebutkan kursi di FK, khususnya FKUI.

Wow, udah banyak ya curcolan gue malam ini. Semoga, impian gue, impian lo, menjadi nyata dan kita bisa membuktikan sama orang-orang bahwa kita itu bisa. Anyway, thanks for reading! I'm signing out. 


GOOD NIGHT, SLEEP TIGHT.
Avie

18.12.12

:)

Sometimes, it's better not to know the truth.